Minggu, 08 November 2015

Sistem Pertanian Terpadu pada Lahan Pekarangan Wilayah Desa di Yogyakarta


Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan, perikanan, dan pertanian. Pola ini sangat menunjang penyediaan pupuk kandang pada lahan pertanian sehingga sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh  hasil usaha yang optimal serta dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman harus saling melengkapi, mendukung, dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha tani. Praktek pola pertanian terpadu dapat berupa sistem multiple croping (tumpang sari), agroforestry, perternakan, dan dipadukan dengan pembuatan teras, serta pemanfaatan lahan pekarangan.
Penerapan sistem pertanian terpadu integrasi ternak dan tanaman memang telah terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka penyediaan pangan masyarakat. Dalam terbitan Republika Online (03/03/2015), Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyatakan bahwa pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus menerapkan sistem pertanian terpadu untuk mengimbangi penyusutan lahan pertanian. Berdasarkan data Dinas Pertanian DIY, setiap tahun lahan pertanian di DIY menyusut sekitar 200 hektar.  Penyusutan lahan tersebut akan berdampak pada penyusutan lahan pertanian.  Akibatnya, DIY akan mengalami darurat pangan dan nasibnya akan tergantung dari impor beras atau makanan dari luar kabupaten atau provinsi lain.

Hemas mengatakan bahwa undang-undang dan peraturan yang belum maksimal memihak pada petani. Pemerintah seringkali terjebak oleh argumen-argumen pihak asing dan memandang kegiatan impor lebih menarik ketimbang memberikan pemberdayaan kepada petani untuk menghasilkan produk pangan yang dapat diandalkan.
"Akibat mudahnya kebijakan impor pangan banyak petani yang kehilangan pasar dan kehilangan pendapatan. Hal ini, kita tidak bisa menyalahkan petani ketika mereka berganti profesi dan menjual lahan pertaniannya," katanya.
Salah satu solusi untuk mengatasi penyusutan lahan pertanian di DIY yaitu dengan memanfaatkan lahan pekarangan mengingat bahwa lahan pekarangan masyarakat desa di DIY masih cukup luas. Lahan pekarangan dapat memberikan manfaat yang sangat besar dalam menunjang kebutuhan gizi keluarga sekaligus untuk keindahan (estetika) bila dikelola secara optimal dan terencana. Lahan pekarangan dapat dikembangkan sebagai areal program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), baik di tingkat rumah tangga, komunitas, dusun/lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, mapun kota/kabupaten. Lahan pekarangan yang selama ini selalu dimanfaatkan sebagai apotik hidup dengan menanami tanaman obat keluarga (TOGA) dan gizi hidup dengan menanam berbagai buah-buahan dan sayuran dapat dikembangkan ke dalam bentuk pertanian terpadu. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pemeliharaan berbagai komoditi secara bersama-sama (kombinasi) atau berurutan antara tanaman pohon (hutan) dengan komoditi pertanian (tanaman, ternak, dan atau ikan/kolam) secara optimal merupakan sebuah sistem pertanian terpadu tidak hanya memberikan hasil nyata (tangible) produk pertanian dan kehutanan, namun sekaligus berperan dalam pelestarian lingkungan berupa kesejukan, kesegaran, keindahan, biodiversitas, dan bahkan membantu memitigasi gas rumah kaca (produk intangible) di kawasan pemukiman secara berkelanjutan (Rauf et al., 2013).


Gambar 1. Contoh Pola Pertanian Terpadu

Pada lahan pekarangan dapat diterapkan pola integrasi tanaman sayuran atau buah-buahan dengan ternak sapi. Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk samping yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran. Sisa-sisa sayuran atau buah-buahan yang sudah tidak layak dipasarkan dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi. Agar tidak mengganggu tanaman maka ternak sapi harus dikandangkan. Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dan buah-buahan dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, rerumputan, dan tanaman legum. 
Kegiatan pengembangan sistem pertanian terpadu pada skala lahan pekarangan di wilayah pedesaan Yogyakarta diharapkan akan memberi dampak positif berupa pengembangan agroteknologi yang bertujuan meningkatkan produksi pangan dan papan, serta perbaikan ekologi di kawasan pemukiman. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan secara terpadu, maka diperlukan adanya kelembagaan masyarakat (terutama pemuda, dan atau ibu rumah taangga) di setiap desa yang berperan sebagai promotor dan koordinator dalam pelaksanaan pertanian terpadu tersebut. Kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan untuk pertanian terpadu telah dilakukan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara yang digagas oleh Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (KOPPLING) Pondok Miri. Kehadiran KOPPLING Pondok Miri yang beranggotakan 21 orang, selain sebagai pengelolala sistem/tipe agrosilvofishery di lahan pekarangan, juga bermanfaat pada perbaikan lingkungan, terutama pengendalian sampah rumah tangga. Sebagian besar sampah organik rumah tangga dan sampah pasar-pasar tradisional yang dihasilkan di Desa Sei Semayang dan sekitarnya, khususnya di Dusun XIII Pondok Miri, telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, pupuk cair organik, pakan ternak, dan pakan ikan di Rumah Kompos yang dibangun oleh Forum DAS Wampu bersama KOPPLING Pondok Miri. 

Daftar Pustaka:
Anonim. 2013. Sistem Pertanian Organik Terpadu. <http://www.stppmalang.ac.id/index.php?id=artikel&kode=28>. Diakses pada 7 November 2015.
Rachman, Taufik. 2015. Hemas: DIY Harus Terapkan Sistem Pertanian Terpadu. Republika Online. 03 Maret 2015.
Rauf, A., Rahmawaty, dan T. J. S. D. Budiati. 2013. Sistem Pertanian Terpadu di Lahan Pekarangan Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Jurnal Online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU. 1(1): 1-8.

4 komentar:

  1. Faktor-faktor yang menentukan nilai penyuluhan:
    1. Adanya sumber ide atau teknologi: dalam artikel terdapat informasi yang menyatakan terdapat ide dan usaha baru yang disampaikan dalam artikel yaitu kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan untuk pertanian terpadu telah dilakukan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara yang digagas oleh Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (KOPPLING) Pondok Miri. Kehadiran KOPPLING Pondok Miri yang beranggotakan 21 orang, selain sebagai pengelolala sistem/tipe agrosilvofishery di lahan pekarangan, juga bermanfaat pada perbaikan lingkungan, terutama pengendalian sampah rumah tangga.
    2. Adanya sasaran: dalam artikel yang telah dimuat, untuk mengoptimalkan pemanfaat lahan pekarangan secara terpadu diperlukan adanya kelembagaan terutama para pemuda dan atau ibu rumah tangga di detiap desa yang berperan sebagai promotor dan koordinasi dalam pelaksanaan pertanian terpadu. Jadi dalam artikel ini sasaran yang dituju merupakan sasaran secara langsung kepada pemuda desa dan atau ibu rumah tangga yang ada di desa tersebut.
    3. Adanya manfaat: dalam artikel yang telah dimuat terdapat ide gagasan yang disampaikan kepada pembaca berupa kegiatan pengembangan sistem pertanian terpadu pada skala lahan pekarangan di wilayah pedesaan Yogyakarta diharapkan akan memberi manfaat berupa pengembangan agroteknologi yang bertujuan meningkatkan produksi pangan dan papan, serta perbaikan ekologi di kawasan pemukiman. Diharapkan masyarakat desa mampu mengembangkan pemanfaatan lahan secara terpadu untuk pengoptimalan agroteknologi supaya dapat meningkatkan produksi pangan, papan, serta perbaikan ekologi di kawasan pemukiman. Selain itu juga dapat bermanfaat sebagai perbaikan lingkungan, terutama pengendalian sampah rumah tangga.
    4. Nilai pendidikan: dalam artikel terdapat ide atau teknologi yang menarik untuk dipelajari dan dikembangkan yang ditunjukkan dalam kalimat kegiatan pengembangan sistem pertanian terpadu pada skala lahan pekarangan di wilayah pedesaan Yogyakarta diharapkan akan memberi dampak positif berupa pengembangan agroteknologi yang bertujuan meningkatkan produksi pangan dan papan, serta perbaikan ekologi di kawasan pemukiman.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. 5. Prominance: di dalam artikel terdapat orang terkemuka yang menyampaikan pendapatnya yaitu Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang menyatakan bahwa pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus menerapkan sistem pertanian terpadu untuk mengimbangi penyusutan lahan pertanian. Gusti Kanjeng Ratu Hemas merupakan istri dari Sri Sultan HB X selaku gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
    6. Consequence: dalam artikel termuat undang-undang dan peraturan yang belum maksimal memihak pada petani. Hal tersebut menunjukkan bahwa peraturan perundangan belum menguntungkan atau belum menyenangkan masyarakat dan petani.
    7. Conflict: dalam artikel terdapat konflik yang terjadi antara pemerintah, pihak asing dan petani yang ditunjukkan dalam kalimat berikut pemerintah seringkali terjebak oleh argumen-argumen pihak asing dan memandang kegiatan impor lebih menarik ketimbang memberikan pemberdayaan kepada petani untuk menghasilkan produk pangan yang dapat diandalkan. Akibat mudahnya kebijakan impor pangan banyak petani yang kehilangan pasar dan kehilangan pendapatan. Hal ini, kita tidak bisa menyalahkan petani ketika mereka berganti profesi dan menjual lahan pertaniannya.
    8. Development: dalam artikel termuat keberhasilan pembangunan akan terwujud jika lahan pekarangan dapat dikembangkan sebagai areal program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), baik di tingkat rumah tangga, komunitas, dusun/lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, mapun kota/kabupaten.

    BalasHapus
  4. 9. Disaster & crime: dalam artikel tidak tercantum hal yang berkaitan dengan bencana dan kriminalitas.
    10. Weather: artikel yang termuat tidak menunjukkan hal yang berhubungan dengan kondisi atau keadaan cuaca.
    11. Sport: artikel yang ada tidak menunjukkan hal yang terkait dengan bidang keolahragaan.
    12. Human interest: artikel diatas dapat menimbulkan emosi dan rasa ketertarikan masyarakat untuk dapat mengoptimalkan lahan pekarangan secara terpadu dengan melihat dampak positif dan manfaat yang dihasilkan serta dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat yang menerapkannya.
    Nama: Khoirunnisa Anindika M.
    NIM: 13581
    Gol/Kelompok: B2 / 7

    BalasHapus